Jumat, 28 Desember 2012


K.H SAMANHUDI berwat usaha berdakwah lewat usaha batik

Biografi

Pejuang tidak harus polisi atau tentara saja, tapi pejuang yang satu ini adalah seorang usahawan batik
sekaligus seorang da'i yang tak lain adalah K.H Samanhudi (1868-1956).
Nama kecil beliau adalah Sudarno Nadi dan berganti nama menjadi  Wirjowikoro.
Beliau dilahirkan di Lwayen,Solo, Jawa Tengah pada tahun 1868
Ayahnya adalah seorang usahawan batik bernama H.Muhammad Zen yang bakatnya menular kepada anaknya yaitu Wirjowikoro (K.H Samanhudi ).

Perjuangan
Tekun dan Serius memperdalam ilmu Agama
Ketika kecil ia termasuk anak yang kurang beruntung dalam budang pendidikan formal, terbukti dari SD-nya yang tidak pernah tamat. Namun begitu, sambil berdagang batik ia menukuni mempelajari Islam di kota Surabaya.
kenapa Samanhudi memilih usaha batik ? Dulu, sebelum dikenal sebagai daerah batik, Laweya sebagai tempat asal Samanhudi banyak ditumbuhi pohon kapas dan merupakan sentra industri benang yang kemudian berkembang menjadi sentra indusri kain tenun dan bahan pakaian
Kain-kain hasil tenun dan bahan pakaian inik sering disebut dengan Lawe, sehingga daerah ini kemudian disebut dengan nama laweyan. Industri dan perdagangan di Laweyan semakin berkembang semenjak digunakannya kali kabangan sebagai jalur transportasi dari dan menuju kerajaan panjang.

  Batik Laweyan sendiri awalnya diperkenalkan oleh Kyai ageng henis (raja mataram islam) yang memang menyukai kesenian.  Selain menyebarkan agama, Kyai Ageng Henis juga mengajarkan  masyarakat bagaimana cara membuat batik. Jadilah Laweyan yang dulunya hanya memproduksi kain tenun berubah 
menjadi produsen batik. Karena letaknya yang strategis, Laweyan pun menjadi salah satu kotaperdagangan yang maju, kemungkinan bahwa inilah penyebab orangtua Samanhudi dan dia sendiri kemudian 
menggeluti usaha batik, karena didesannya telah menjadi tren dan basis produksi batik.

      Ketika kerajaan mataram pindah ke desa sala yang kemudian berubah nama menjadi keraton surakarta, laweyan tetap merasa sebagai daerah merdeka yang tidak ingin tunduk kepada keraton. Ini dikarenakan para saudagar merasa sudah kaya dan mampu hidup tanpa perlu bergabung dengan daerah kekuasaan keraton. Bisa jadi perlawanan ini juga dikarenakan keraton saat itu begitu dekat dengan pihak belanda, padahal para saudagar batik yang ada di kawasan ini semuannya adalah saudagar muslim bumiputera. Sikap ini nampak dari bentuk-bentuk motif batik yang tidak mengikuti pakem-pakem motif seperti motif-motif batik keraton.

Akibatnya, perlawanan ini pula mungkin usaha pribumi mendapatkan perlakuan tidak adil dari pemerintah Belanda yang sedang menguasai Indonesia dan dekat dengan keraton surakarta yang dimusihi oleh pedagang Laweyan. Pemerintah Belanda lebih berpihak pada pedagang-pedagang China. Atas kondisi inilah, Samanhudi mendirikan sarekat dagangislam (SDI) di solo pada tahun 1911. Dari namanya, kita langsung punya kesan bahwa samanhudi adalah seorang pedagang yang sangat religus. Dengan embel-embel Islam  di belakangnya, seolah –olah ia ingin menyentil sisi emosional bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.




 K.H SAMANHUDI berwat usaha berdakwah lewat usaha batik

Biografi

Pejuang tidak harus polisi atau tentara saja, tapi pejuang yang satu ini adalah seorang usahawan batik
sekaligus seorang da'i yang tak lain adalah K.H Samanhudi (1868-1956).
Nama kecil beliau adalah Sudarno Nadi dan berganti nama menjadi  Wirjowikoro.
Beliau dilahirkan di Lwayen,Solo, Jawa Tengah pada tahun 1868
Ayahnya adalah seorang usahawan batik bernama H.Muhammad Zen yang bakatnya menular kepada anaknya yaitu Wirjowikoro (K.H Samanhudi ).

Perjuangan
Tekun dan Serius memperdalam ilmu Agama
Ketika kecil ia termasuk anak yang kurang beruntung dalam budang pendidikan formal, terbukti dari SD-nya yang tidak pernah tamat. Namun begitu, sambil berdagang batik ia menukuni mempelajari Islam di kota Surabaya.
kenapa Samanhudi memilih usaha batik ? Dulu, sebelum dikenal sebagai daerah batik, Laweya sebagai tempat asal Samanhudi banyak ditumbuhi pohon kapas dan merupakan sentra industri benang yang kemudian berkembang menjadi sentra indusri kain tenun dan bahan pakaian
Kain-kain hasil tenun dan bahan pakaian inik sering disebut dengan Lawe, sehingga daerah ini kemudian disebut dengan nama laweyan. Industri dan perdagangan di Laweyan semakin berkembang semenjak digunakannya kali kabangan sebagai jalur transportasi dari dan menuju kerajaan panjang.

  Batik Laweyan sendiri awalnya diperkenalkan oleh Kyai ageng henis (raja mataram islam) yang memang menyukai kesenian.  Selain menyebarkan agama, Kyai Ageng Henis juga mengajarkan  masyarakat bagaimana cara membuat batik. Jadilah Laweyan yang dulunya hanya memproduksi kain tenun berubah 
menjadi produsen batik. Karena letaknya yang strategis, Laweyan pun menjadi salah satu kotaperdagangan yang maju, kemungkinan bahwa inilah penyebab orangtua Samanhudi dan dia sendiri kemudian 
menggeluti usaha batik, karena didesannya telah menjadi tren dan basis produksi batik.

      Ketika kerajaan mataram pindah ke desa sala yang kemudian berubah nama menjadi keraton surakarta, laweyan tetap merasa sebagai daerah merdeka yang tidak ingin tunduk kepada keraton. Ini dikarenakan para saudagar merasa sudah kaya dan mampu hidup tanpa perlu bergabung dengan daerah kekuasaan keraton. Bisa jadi perlawanan ini juga dikarenakan keraton saat itu begitu dekat dengan pihak belanda, padahal para saudagar batik yang ada di kawasan ini semuannya adalah saudagar muslim bumiputera. Sikap ini nampak dari bentuk-bentuk motif batik yang tidak mengikuti pakem-pakem motif seperti motif-motif batik keraton.

Akibatnya, perlawanan ini pula mungkin usaha pribumi mendapatkan perlakuan tidak adil dari pemerintah Belanda yang sedang menguasai Indonesia dan dekat dengan keraton surakarta yang dimusihi oleh pedagang Laweyan. Pemerintah Belanda lebih berpihak pada pedagang-pedagang China. Atas kondisi inilah, Samanhudi mendirikan sarekat dagangislam (SDI) di solo pada tahun 1911. Dari namanya, kita langsung punya kesan bahwa samanhudi adalah seorang pedagang yang sangat religus. Dengan embel-embel Islam  di belakangnya, seolah –olah ia ingin menyentil sisi emosional bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.







































Tidak ada komentar:

Posting Komentar